Posts

Showing posts from 2007

Kendaldoyong

Image
Desa Kendaldoyong adalah desa yang terletak kira-kira 20 km selatan kota Pemalang, Jawa Tengah. Penduduknya sebagian besar bermatapencarian petani. Peternakan dan perkebunan juga menjadi sebagian sumber pencarian, tapi persawahan padi tetap yang utama. Desa ini merupakan tempat nenek moyang tunangan saya bermukim. Meskipun hanya menghabiskan sebagian kecil hidupnya di desa ini, nampaknya Kendaldoyong cukup berkesan baginya. Banyak yang sering diceritakannya tentang desa ini. Juga tentang sebuah gereja kecil di tengan dusun di pojokan desa. Dengan mata berbinar ia bercerita tentang sebuah gereja ini yang berlatar belakang masyarakat perdesaan dan jemaat-jemaatnya adalah petani-petani yang sederhana. Sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di kota besar, saya sendiri beranggapan bahwa gereja kadang dibangun terlalu mewah. Di kota-kota besar pembangunan gereja sering menghabiskan biaya bermilyar-milyar. Dari luar gereja menjadi terlalu angkuh. Kaya kulitnya, tapi isinya siapa yang

Deddy

Image
Penonton layar kaca di Indonesia sejatinya patut berterima kasih kepada Deddy Mizwar. Di tengah kepungan serial televisi yang berisi ibu-ibu rumah tangga yang melotot dan bergosip, anak-anak SMP yang menggunakan lipstik dan mengeluarkan kata-kata kasar, serta hantu yang bergentayangan, Deddy Mizwar selalu menawarkan sesuatu yang lain dan juga baik. Pada bulan puasa lalu, meskipun saya tidak menjalankan ibadah puasa, di kepungan program sinetron yang dibuat tanpa konsep serta kuis yang dibawakan oleh Komeng dan kawan-kawan yang isinya tidak mendidik, saya sungguh menikmati sinetron Para Pencari Tuhan yang disutradarai dan dimainkan oleh beliau. Sinetron itu memang bernafaskan Islam, tapi isinya sungguh universal menembus sekat-sekat agama. Bang Deddy pun, dalam sinetron ini, sungguh terasa bahwa dia tidak menginginkan sinetron ini menjadi sinetron yang menggurui. Kelemahan sinetron-sinetron di televisi kita yang masuk tanpa batas ke ruang keluarga dan ditonton anak dan adik kita sesungg

AMI

Image
Beberapa hari yang lalu, temanku semasa kuliah di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia sedikit bercerita tentang sebuah polemik. Ini ada hubungannya dengan sekumpulan arsitek yang menganggap diri mereka muda, sering berserikat dan berkumpul, serta menamakan diri mereka Arsitek Muda Indonesia (AMI). Pendek kata, cerita temanku itu, ada sebuah film dokumenter yang sedang dibuat menceritakan tentang sejarah panjang perjalanan arsitektur di Indonesia. Beberapa arsitek yang ikut menjadi bagian sejarah itu diwawancara. Dari era Soewondo Bismo Soetedjo, Han Awal, dan kawan-kawan yang menjadi bagian dari perjalanan pendidikan arsitektur Indonesia di awal kemerdekaan, berlanjut ke era Yuswadi Saliya bersama Atelier 6, lalu Goenawan Tjahjono dan Budi Sukada, sampai ke era Arsitek Muda Indonesia. Beberapa arsitek yang benar-benar memang masih muda, beberapa saya kenal sebagai junior di kampus, turut pula diwawancara. Entah karena ketidaksigapan sang sutradara, atau kesalahan editor, atau me

Setia

Image
Setelah sekian lama banyak tidak bertemu dengan lingkaran pertemanan di Jakarta, entah karena sempat magang ke Sydney, istirahat di rumah gara-gara sendi bahu yang lepas, lalu bekerja di Bali selama 8 bulan, akhirnya aku berhasil memetakannya. Teman di masa SD-SMP-SMA, teman masa kuliah, teman di pekerjaan yang lalu, akhirnya perlahan-lahan, satu demi satu, banyak yang aku jumpai lagi. Banyak yang muncul secara tak terduga. Ada yang bertemu karena sama-sama datang ke pesta pernikahan. Ada yang janjian karena minta aku menjadi fotografer untuk foto pre wedding atau sekedar foto keluarga . Ada yang tiba-tiba tengah malam telepon minta bangunan hasil karyanya didokumentasikan . Ada yang mengajak bertemu untuk menawarkan bisnis MLM (huh...). Mengajak berkunjung ke rumahnya untuk melihat anaknya yang baru lahir atau sekedar berbincang di warung kopi tentang hidup yang berlari cepat, ah itu semua benar-benar terjadi di beberapa waktu ini. Senang, tapi mereka banyak yang terkejut kalau aku m

Kangen

Image
Ini bukan sebuah tulisan tentang romansa. Ini tentang, katakanlah, seekor kodok yang dicium oleh putri raja, lalu berubah menjadi pangeran tampan, lalu mempersunting sang putri dan mewarisi kerajaan. Sudah sering bukan kita membaca legenda-legenda semacam itu? Kita selalu melihat dari sisi cerita yang berakhir bahagia. Tapi pernahkah kita berpikir, bukankah tidak mudah bagi kodok yang berubah jadi pangeran atau cinderella miskin yang mendadak sontak hidup di istana menjalani hidup baru mereka yang sama sekali baru. Ini pula yang sedang dialami Kangen Band. Berawal dari penjaja cendol, penjaga sepatu, atau penggenjot becak, kini mereka berada dalam kilauan panggung musik, memiliki album, dan lagunya banyak diputar di radio. Terlihat seperti sebuah cerita-cerita Disney bila kita menghentikan tulisan di sini. Tapi seperti sudah saya sebutkan di atas, pernahkah kita berpikir bagaimana sang pangeran yang dulunya "kodok" menjalani hari lepas hari? Bagaimana Cinderella harus bersika

Remaja

Image
Hari Minggu lalu, setelah sedikit dipaksa oleh adikku yang berusia 15 tahun, aku menonton film remaja Cintapuccino. Lumayan, meskipun tidak terlalu baik. Apalagi aku juga sudah membaca novelnya. Jadi bisa terbayang film seperti apa yang akan ditonton. Tapi entahlah. Ada yang sedikit harus digugat di sini. Sebetulnya, Cintapuccino, baik dalam bentuk novel dan film, tidak tepat untuk remaja. Di novelnya, banyak diceritakan adegan ciuman dan "hubungan fisik laki-laki dan perempuan" secara gamblang. Di filmnya, juga ada adegan merokok dan semacamnya yang tentu tidak tepat bagi kalangan remaja. Mungkin tepatnya, ini adalah tentang kisah pemudi (Ami, sang tokoh utama) tentang masa remajanya. Mungkin aku jadi sedikit naif kalau membayangkan bagaimana adik perempuanku yang berusia 15 tahun itu membaca novelnya yang "lumayan dewasa" itu. Apalagi ia membaca novel itu 2 tahun lalu, saat usianya 13 tahun. Aku yang sok dewasa, atau memang justru batas usia remaja itu semakin me

Garuda

Image
Kapan terakhir kali Anda menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan darah berdesir, bulu kuduk merinding, serta perasaan membuncah? Mungkin tidak pernah? Kalau Anda menanyakan padaku pertanyaan yang sama, aku akan menjawab itu terjadi padaku pada tanggal 14 Juli 2007 yang lalu. Tidak ada yang istimewa di tanggal itu. Hanya saja aku hadir di Stadion Utama Bung Karno untuk menyaksikan pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Arab Saudi. Sempat terpikir aku tidak akan mendapat tiket pertandingan karena begitu banyaknya animo masyarakat untuk mendukung tim nasional bertanding. Terima kasih kepada Andy yang berbaik hati memberikan tiket tersisa padaku. Lalu, ketika Indonesia Raya membahana di antara 90.000 orang dengan menggelegar, apa yang bisa kau harapkan lebih jauh selain begitu bangga menjadi bagian dari Indonesia? Memang Indonesia akhirnya kalah secara tragis. Sundulan di 50 detik menjelang pertandingan terakhir adalah seperti mendapat bencana ketika hadiah sudah ada d

Komang

Image
Komang Arya Tridarma adalah seorang biasa yang berprofesi sebagai guide sekaligus sopir. Ia melakoni profesi itu sejak perusahaan spa tempatnya bekerja memecat dirinya akibat sepinya pengunjung akibat bom di Bali tahun 2002. Dengan Kijang hitam bernomor polisi DK 1277 CB, Bli Komang menjadi fenomena karena menggunakan jasa blog untuk memasarkan jasanya. Bukan itu saja, dengan menggunakan blog sebagai sarana pemasaran, Bli Komang secara tidak langsung menyiarkan kepada seluruh dunia tentang potensi wisata pulau yang tidak pernah habis untuk ditelusuri ini. Tidak heran, akibat menggunakan blog sebagai sarana promosi, Bli Komang mempunyai jadwal yang padat. Untuk menggunakan jasanya, Anda harus pesan dan konfirmasi melalui sms. Memang tata bahasanya tidak sempurna, namun usaha yang telah dilakukannya melebihi dari apa yang kita harapkan dari seorang guide atau supir seperti dia. Jadi kalau Anda berniat mengunjungi Bali dan memerlukan jasa supir sekaligus guide dengan harga yang sangat mur

Jenar

Image
Nama lengkapnya Jenar Penggalih Wangi. Bapaknya seorang muslim yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Hindu Tengger di kaki Gunung Bromo. Ibunya, yang juga adalah sepupuku, berasal dari keluarga muslim Jawa yang taat, yang besar di Sumatra Barat. Jenar sendiri lahir di Tabanan, Bali, di lingkungan permukiman prajurit TNI pangkat rendahan dengan latar belakang yang sangat beragam. Rumah tempat ia tinggal adalah rumah kontrakan milik seorang Sersan Kepala yang berasal dari Papua dengan istri seorang Jawa. Tetangganya, Pak Dewa, seorang TNI berpangkat balak merah satu asal Lombok dengan darah Hindu Bali yang sangat kental. Teman bermainnya adalah seorang anak perempuan sebaya, hasil perkawinan seorang Timor dengan seorang Bali yang beragama Katolik. Kemarin adalah kali pertama ia bertemu dengan aku, pakdenya (pakde: bapak gede, artinya paman), seorang Kristen Jawa aliran Calvinis dengan keluarga besar yang berlatar belakang kejawen yang lumayan kuat. Ya, sejak proses penciptaannya, Jena

Jepara

Image
Dalam sebuah acara Empat Mata yang sedang terkenal itu sang pembawa acara, Tukul Arwana, berbincang dengan sang bintang tamu, Nadia Saphira yang cantik dan menggemaskan, tentang hari Kartini. Sontak Tukul bertanya kepada Nadia, letak Jepara, kota kelahiran Kartini. Nadia, bintang layar kaca dan layar lebar yang berkuliah di Universitas Pelita harapan itu sedikit gelagapan menjawab pertanyaan yang lumayan mendasar tapi ternyata sulit dijawab. Jawab sekenanya, "Jawa Timur". Tukul Arwana pun tertawa tergelak-gelak. Lalu keluarlah kata-kata ajaibnya seperti "Cantik-cantik kok bodo! Ndeso!" Ya, buat Tukul yang lahir dan dibesarkan di Semarang, tidak tahu letak Jepara adalah kebodohan. Jepara, yang letaknya hanya sepelemparan batu dari Semarang, tentu adalah tempat yang dikenal dengan baik bagi Tukul muda. Tidak peduli Nadia yang seksi, atau siapapun, yang telah menjelajah tempat-tempat tereksotis di muka bumi, bila tidak tahu dimana Jepara, berarti tidak tahu apa-apa. P

Gong

Image
Nama aslinya Heri Hendrayana Harris. Tapi ia lebih dikenal sebagai Gola Gong, seorang pengarang yang karya-karyanya banyak bercerita tentang remaja dan anak muda. Salah satu tangannya diamputasi ketika di masa kecilnya ia membayangkan menjadi burung dan mencoba terbang dari pohon di halaman rumah bapaknya. Tapi itu tidak pernah menghalanginya menjadi pengarang yang produktif. Perkenalanku dengan karya-karya Gola Gong terjadi ketika di masa remajaku aku berlangganan majalah Hai. Cerpen atau cerbung karya Gola Gong banyak bertebaran di majalah remaja yang cukup berbobot tersebut. Balada si Roy adalah serial yang ia tulis di majalah tersebut. Bercerita tentang anak "kampung" dengan segala kesederhanaannya untuk menaklukkan Jakarta dan kemudian menjelajah nusantara, Balada si Roy menjadi pahlawan bagi remaja-remaja seperti aku yang tumbuh berkembang di kampung pinggiran Jakarta dengan semua keterbatasan yang dipunyai. Pertemuan dengan orang-orang baru selama perjalanannya, tokoh

...............

Image
Beberapa orang menghabiskan waktu pergi ke tanah suci Berharap bertemu Tuhan atau suara kenabian Tapi lalu pulang ke rumah dengan membawa amarah yang sama Sebagian yang lain memilih untuk berperang Dengan segala ingin menjadi pahlawan bagi ibu pertiwi Namun justru mendapat kepahitan juga sumpah serapah Tapi aku hanya ingin tidur di atas dadamu, manisku Mendengar detak jantung yang berketuk teratur Atau sekedar berlama-lama menghitung jumlah rambut halus di atas bibir mungilmu yang berbicara cepat Kemudian mendapati beberapa bulu mata lentikmu jatuh di pipi yang bersemu merah Beberapa orang mencari keindahan ke tempat-tempat terjauh di belahan bumi yang lain Menikmati matahari terbenam di pucuk-pucuk Piramida Giza Menyusuri Sungai Rhein yang syahdu Atau memandang kota tua Konstantinopel membelah Eropa dan Asia dari ketinggian menara Hagia Sophia Tapi aku hanya ingin berbicara membunuh waktu denganmu tentang hutan-hutan di pegunungan Leuser yang menipis Atau mungkin juga mengenai salju d

Payangan

Image
Sebuah kelurahan yang berjarak sekitar 15 kilometer utara Ubud. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Pendatang juga mendiami kelurahan ini. Beberapa berprofesi sebagai pedagang yang kebanyakan datang dari Jawa. Sebagian lain bekerja di hotel atau spa yang bertebaran di kawasan Ubud dan sekitarnya. Terletak di tepi sungai Ayung yang menawan membuat kawasan ini tidak saja subur, tapi juga indah. Padi berteras-teras, lembah, dan tentu saja gadis-gadis manis yang membawa sesembahan untuk para dewa membuat kawasan ini menarik banyak operator hotel dan spa menancapkan kukunya di daerah ini. Tapi di luar kosmopolitannya Payangan karena banyaknya orang asing yang memilih kawasan ini sebagai tempat tinggal mereka, Payangan tetaplah sebuah desa kecil dengan segala kesederhanaannya. Gampang saja melihat sederhananya sebuah daerah. Pergilah ke pasarnya. Kebetulan hampir setiap malam aku mengunjungi Pasar Payangan. Ya, di sanalah satu-satunya harapanku kalau lapar menyerang. Kala

Wiranggaleng

Image
Seorang nabi tidak pernah dihormati di tempatnya sendiri. Itu yang dikatakan oleh Yesus, alias Isa. Ia mengatakan hal tersebut ketika diusir oleh orang-orang Israel ketika sedang berkotbah di lingkungan tempat ia dibesarkan. Tak perduli betapa banyaknya pengikutnya, atau betapa bagus kotbah yang ia sampaikan, tetap saja ia tahu pedoman klasik: seorang nabi akan selalu jadi orang biasa di tempat ia dibesarkan. Semua ratu adil, nabi, juru selamat, yang kini punya banyak pengikut akhirnya memang berhasil. Berhasil menyebarkan ajaran yang menuntun umat manusia ke arah kehidupan lebih baik. Tapi keberhasilan itu tidak pernah terjadi di ruang dan waktu ketika mereka hidup. Memang semua cerita nabi, ratu adil, juru selamat atau bahkan pahlawan biasa membutuhkan waktu untuk menjadi sebuah legenda bahkan kitab. Tapi ada cerita tentang seorang yang diharapkan menjadi pahlawan pada zamannya, tapi setelah ia berusaha sekuat tenaga, ia sadar bahwa ia bukan siapa-siapa, hanya seorang petani biasa ya

Namu

Image
Nama lengkapnya Yang Erche Namu. Seorang gadis kecil biasa yang hidup di selatan China, namun memiliki perjalanan hidup yang luar biasa. Dari seorang gadis lugu yang berada di daerah kaki gunung dataran tinggi Tibet yang tak terjangkau, hingga berakhir menjadi seorang penyanyi di Los Angeles. Semakin luar biasa perjalanan hidupnya, karena ia berada di tengah suasana ketika seluruh China harus mengadopsi revolusi kebudayaan di bawah Mao Zedong. Anda akan semakin tertarik ketika mengetahui bahwa komunitas yang dijalaninya, komunitas suku Moso, adalah sebuah komunitas dalam budaya yang bisa kita sebut matrilineal. Ya, karena semua garis keturunan diambil dari darah sang ibu. Juga, mereka tidak mengenal lembaga perkawinan. Sebuah tradisi menarik yang harus menghadapi tantangan hebat ketika para prajurit di bawah suruhan Sang Ketua Mao, memerintahkan seluruh China harus mengikuti kebudayaan China Modern yang berasal dari kebudayaan Han. Termasuk ketika mereka harus dipaksa mengakui lembaga