Namu
Nama lengkapnya Yang Erche Namu. Seorang gadis kecil biasa yang hidup di selatan China, namun memiliki perjalanan hidup yang luar biasa. Dari seorang gadis lugu yang berada di daerah kaki gunung dataran tinggi Tibet yang tak terjangkau, hingga berakhir menjadi seorang penyanyi di Los Angeles.
Semakin luar biasa perjalanan hidupnya, karena ia berada di tengah suasana ketika seluruh China harus mengadopsi revolusi kebudayaan di bawah Mao Zedong. Anda akan semakin tertarik ketika mengetahui bahwa komunitas yang dijalaninya, komunitas suku Moso, adalah sebuah komunitas dalam budaya yang bisa kita sebut matrilineal. Ya, karena semua garis keturunan diambil dari darah sang ibu. Juga, mereka tidak mengenal lembaga perkawinan. Sebuah tradisi menarik yang harus menghadapi tantangan hebat ketika para prajurit di bawah suruhan Sang Ketua Mao, memerintahkan seluruh China harus mengikuti kebudayaan China Modern yang berasal dari kebudayaan Han. Termasuk ketika mereka harus dipaksa mengakui lembaga perkawinan.
Semua itu bisa Anda dapatkan di buku Leaving Mother Lake karya kolaborasi Yang Erche Namu sendiri dengan antopolog Christine Mathieu. Buku ini menjadi bahan pembicaraan para feminis sejak diterbitkannya 2 tahun yang lalu karena secara nyata menghadirkan sebuah suku yang BENAR-BENAR matriaki dan tidak mengenal perkawinan.
Aku pernah membaca resensinya di Kompas 2 tahun yang lalu, dan secara kebetulan menemukan buku itu di lemari adik perempuanku yang baru pulang dari Aceh. "Hadiah dari teman asal India", kata adikku. Kesempatan untuk membaca habis buku itu datang ketika saat ini aku harus bekerja di Bali. Tempat kos yang sepi di Ubud, dan tiadanya hiburan seperti televisi membuat aku terlarut untuk menghabiskan Leaving Mother Lake ini. Tentu sambil ditemani oleh suara riang para kodok di hamparan sawah belakang rumah kosku.
Semakin luar biasa perjalanan hidupnya, karena ia berada di tengah suasana ketika seluruh China harus mengadopsi revolusi kebudayaan di bawah Mao Zedong. Anda akan semakin tertarik ketika mengetahui bahwa komunitas yang dijalaninya, komunitas suku Moso, adalah sebuah komunitas dalam budaya yang bisa kita sebut matrilineal. Ya, karena semua garis keturunan diambil dari darah sang ibu. Juga, mereka tidak mengenal lembaga perkawinan. Sebuah tradisi menarik yang harus menghadapi tantangan hebat ketika para prajurit di bawah suruhan Sang Ketua Mao, memerintahkan seluruh China harus mengikuti kebudayaan China Modern yang berasal dari kebudayaan Han. Termasuk ketika mereka harus dipaksa mengakui lembaga perkawinan.
Semua itu bisa Anda dapatkan di buku Leaving Mother Lake karya kolaborasi Yang Erche Namu sendiri dengan antopolog Christine Mathieu. Buku ini menjadi bahan pembicaraan para feminis sejak diterbitkannya 2 tahun yang lalu karena secara nyata menghadirkan sebuah suku yang BENAR-BENAR matriaki dan tidak mengenal perkawinan.
Aku pernah membaca resensinya di Kompas 2 tahun yang lalu, dan secara kebetulan menemukan buku itu di lemari adik perempuanku yang baru pulang dari Aceh. "Hadiah dari teman asal India", kata adikku. Kesempatan untuk membaca habis buku itu datang ketika saat ini aku harus bekerja di Bali. Tempat kos yang sepi di Ubud, dan tiadanya hiburan seperti televisi membuat aku terlarut untuk menghabiskan Leaving Mother Lake ini. Tentu sambil ditemani oleh suara riang para kodok di hamparan sawah belakang rumah kosku.