Posts

Showing posts from April, 2006

Nama

Image
Anda tahu arti nama Anda? Pasti ketika orang tua Anda memberi nama, mereka menginginkan nama yang melekat menjadi pertanda harapan mereka terhadap Anda. Ketika saya berada di sekolah dasar, saya memiliki teman yang namanya Adil Hakim. Tentunya orang tua Adil, demikian kami memanggilnya, berharap dia akan menjadi orang yang adil seperti hakim dalam menghadapi setiap persoalan. Ibuku bekerja di apotik. Setiap hari pekerjaannya adalah menerima resep pasien dari kalangan menengah bawah. Pekerjaan seperti ini membuatnya sering menemukan pasien anak-anak yang namanya lucu bin aneh. Ada yang bernama Maradona, Mike Tyson, Ariel Peterpan atau bahkan Saddam Husein. Orang tua mereka pasti memberi nama mereka dengan harapan nasib mereka seperti nasib pesohor-pesohor itu. Beban hidup yang mendera mereka tentu dimanifestasikan terhadap anak-anak mereka agar kehidupan selebritis atau pesohor yang mereka lihat serba mewah suatu saat terjadi pula pada anak-anak mereka. Bicara tentang ibuku, berarti bi

Selera

Image
Anda merasa lucu? Atau malah Anda justru memiliki grup lawak? Atau di dalam komunitas yang Anda tergabung di dalamnya, Anda selalu menjadi pusat perhatian dengan lawakan-lawakan Anda? Anda beruntung kalau begitu. Paling tidak Anda berjasa dalam menghibur orang-orang di sekitar Anda. Bukankah dengan membuat orang tertawa, Anda telah membuat masalah-masalah mereka terlupakan, paling tidak untuk sesaat? Tapi, humor, yang membuat orang tertawa, tidak pernah bisa berlaku sama untuk semua orang atau kalangan. Ini yang sering kita dengar dengan istilah 'sense of humor' atau 'selera humor'. Lucu bagi orang atau kalangan tertentu, belum berarti lucu bagi orang atau kalangan yang lain. Anda tahu pelawak Jerry Seinfeld? Pelawak stand-up comedy ini begitu populer di Amerika. Lawakan jenis ini, yaitu melawak sendiri di atas panggung dengan humor-humor cerdas yang menusuk, memang populer di negara-negara barat. Bagi kalangan terdidik, katakan di Indonesia, lawak jenis ini pun bisa di

Square

Image
Hari libur paskah kemarin saya menjadi turis bertas punggung jalan-jalan ke Melbourne. Berangkat dari Sydney hari Jumat Agung di pagi hari menggunakan pesawat Jet Star, sebuah pesawat murah anak perusahaan Qantas, saya sedikit khawatir dengan cuaca di sana yang katanya sedang tidak baik. Dan memang betul. Di tengah cuaca Melbourne yang menyebalkan, kadang dingin, kadang panas, saya menyempatkan diri ke sebuah bangunan di Melbourne yang saya baca sebelumnya ketika dalam proses pembangunannya menyebabkan persebatan pro kontra yang hangat. Ketika sampai di Federation Square, saya menempatkan diri saya sebagai pihak yang tidak menyukai bangunan ini (kalau mau tidak dibilang membenci). Sungguh buruk rupa. Sepertinya bangunan ini direncanakan untuk menjadi sesuatu yang menarik perhatian, tapi sayangnya malah terlalu menarik perhatian, jadinya berkesan berteriak. Sombong? Mungkin bukan, hanya salah kostum saja. Seperti gadis 17 tahun yang datang ke pesta tapi tidak tahu harus berpakaian seper

Iwan

Image
Aku dibesarkan di lingkungan dimana lagu-lagu Iwan Fals sudah mempengaruhiku sejak aku berada di Taman Kanak-kanak. Bapakku tukang gigi palsu. Ia memiliki beberapa anak buah yang berasal dari kampungnya di Jawa Timur sana. Harap maklum, usaha kecil-kecilan, jadi mereka juga tidur di rumahku. Bayangkan di atas tanah sebesar 144 meter persegi, hidup 10 orang. Kami berlima sekeluarga, satu pembantu rumah tangga, dan 4 karyawan bapakku yang masih muda-muda itu. Dari merekalah aku mengenal sosok Iwan Fals. Yah, untuk pemuda seperti mereka, Iwan Fals adalah sosok pejuang pembebas. Maka hampir setiap hari lagu-lagu yang keluar dari leher penyanyi bersuara serak itu aku dengar. Lagu berjudul "Wakil Rakyat" yang terkenal itu telah aku dengar ketika aku berumur 7 tahun. Perlahan tapi pasti, sosok Iwan menjadi sosok yang memberi aku inspirasi. Lagu-lagunya sangat membumi. Terutama untuk aku yang tinggal di kampung di pinggiran Jakarta, realitas sosial yang dinyanyikan olehnya dapat aku

Ngumpul

Image
Di lantai 5, tempat saya bekerja, saya memiliki kelompok makan siang. Ya, kelompok ini terdiri dari orang-orang yang membawa bekal ke kantor. Grup tetapnya adalah satu orang Singapura, dua orang Jerman, satu orang Sri Lanka, satu orang Kolombia, satu orang Pakistan, satu orang Sudan, satu orang Italia, dan saya, orang asal Lubang Buaya yang nyasar di kota ini. Kelompok ini bisa bertambah bisa berkurang sesuai situasi. Kalau ada yang sibuk atau istrinya sedang menunggu di luar kantor, tentu saja berkurang anggotanya. Memang tidak ada orang Australia. Entah kenapa, mungkin mereka lebih nyaman untuk membeli makan siang, atau kesulitan untuk menyatukan pembicaraan dengan kami. Yah, harap maklum, karena kami semua pendatang, yang dibicarakan kalau tidak keadaan negara kami masing-masing, atau kadang membicarakan kejelekan Australia. Lucu juga membicarakan stigma orang-orang Australia, dari cara mereka berbicara hingga cara mereka berpikir. Yang menarik adalah kalau kami sudah mulai membicar

Hujan

Image
Tadi pagi, waktu terbangun dari mimpi, saya merasa sangat kedinginan. Mm, kota ini memang sudah mulai masuk musim gugur. Duh, dinginnya ngga kuat, mas!! Dingin banget. Dipikir-pikir, saya yang orang kampung ini jadinya merasa lucu. Dulu pengen banget ke luar negri ngerasain dinginnya suhu negri empat musim. Tapi ketika sudah ada di sini, kok jadinya menggigil ngga karuan seperti ini? Tapi dipikir punya dipikir, entah kenapa saya jadi teringat kampung halaman kalau sedang kedinginan. Hujan deras mengguyur kampung. Ya maklum, apa sih yang membuat negri tropis menjadi lumayan dingin? Paling hujan deras, kan? Entah kenapa, romantisme hujan tak pernah bisa tergantikan cuaca apapun. Bau harum air ketika menyentuh tanah kering, gorengan panas, teh hangat, dan pelukan dari orang-orang terkasih membuat hujan menjadi sesuatu yang 'ngangeni'. Di kota ini, susah sekali mendapat suasana seperti itu. Pertama, kalau hujan paling gerimis dan itu cuma sebentar. Paling yang besar cuma anginnya t