Gong

Nama aslinya Heri Hendrayana Harris. Tapi ia lebih dikenal sebagai Gola Gong, seorang pengarang yang karya-karyanya banyak bercerita tentang remaja dan anak muda. Salah satu tangannya diamputasi ketika di masa kecilnya ia membayangkan menjadi burung dan mencoba terbang dari pohon di halaman rumah bapaknya. Tapi itu tidak pernah menghalanginya menjadi pengarang yang produktif.

Perkenalanku dengan karya-karya Gola Gong terjadi ketika di masa remajaku aku berlangganan majalah Hai. Cerpen atau cerbung karya Gola Gong banyak bertebaran di majalah remaja yang cukup berbobot tersebut.

Balada si Roy adalah serial yang ia tulis di majalah tersebut. Bercerita tentang anak "kampung" dengan segala kesederhanaannya untuk menaklukkan Jakarta dan kemudian menjelajah nusantara, Balada si Roy menjadi pahlawan bagi remaja-remaja seperti aku yang tumbuh berkembang di kampung pinggiran Jakarta dengan semua keterbatasan yang dipunyai. Pertemuan dengan orang-orang baru selama perjalanannya, tokoh Roy mengajak pembaca meyakini bahwa setiap manusia adalah unik.

Balada si Roy adalah antitesis dari film Catatan si Boy karya Zara Zettira yang sempurna dengan mobil mewah, gadis-gadis cantik, dan tentu saja, rajin mengaji! Roy kadang mempertanyakan keberadaan Tuhan. Roy naik kapal laut atau kereta api kelas ekonomi. Roy jatuh cinta pada gadis cantik tapi Roy juga patah hati. Roy tidak sempurna. Justru itu Roy menjadi nyata.

Di masa remaja itu aku mulai belajar untuk menulis. Gola Gong adalah salah satu patronku dalam menulis. Aku tidak pernah menjadi novelis atau pengarang cerpen. Tapi semua tulisanku yang lebih banyak bercerita tentang kota dan manusia yang dimuat beberapa koran nasional atau majalah selalu memiliki nyawa dari yang Gola Gong pernah ajari kepadaku.

Saat ini Gola Gong masih aktif menulis. Selain itu ia mengelola taman bacaan di rumahnya di Banten. Ia memiliki mimpi agar anak-anak di sekitar rumahnya yang tidak mampu memiliki akses untuk membaca buku-buku yang mereka inginkan. Komunitas Rumah Dunia, itulah nama yang diberikan Gola Gong bagi taman bacaanya.

Comments

priyatnadp said…
hai mas bham, hai sekarang kayaknya makin hip & dugem, sayangnya bacaan alternatif buat umur segituan ngga banyak. yuk menulis
prabhamwulung said…
>>priyatna
iya, hai terlalu urban... dan isinya terlalu ngulas tentang cewek cantik.. malah kurang mengulas kehidupan remaja pria yang positif...
miss_e said…
aku juga baca Balada si Roy krn waktu itu udah bosen sama leluconnya LUPUS yang udah jadi kurang lucu lagi..
ternyata buku ini luar biasa ya?
jadi inget buat minjem buku ini aku mesti ngerayu sahabatku dgn cokelat dan yamin pangsit, karena dia ogah buku kesayangannya dipinjem orang,hehehe..
prabhamwulung said…
>>miss_e
Balada si Roy mungkin sedikit dari beberapa hal yang mengajak remaja di awal tahun 90-an untuk melihat setiap persoalaan tidak dari kacamata hitam-putih melulu. Dia dekat dengan jiwa remaja, namun tidak menghakimi.

Popular posts from this blog

Kicau

20

Rumah