Square
Hari libur paskah kemarin saya menjadi turis bertas punggung jalan-jalan ke Melbourne. Berangkat dari Sydney hari Jumat Agung di pagi hari menggunakan pesawat Jet Star, sebuah pesawat murah anak perusahaan Qantas, saya sedikit khawatir dengan cuaca di sana yang katanya sedang tidak baik. Dan memang betul.
Di tengah cuaca Melbourne yang menyebalkan, kadang dingin, kadang panas, saya menyempatkan diri ke sebuah bangunan di Melbourne yang saya baca sebelumnya ketika dalam proses pembangunannya menyebabkan persebatan pro kontra yang hangat.
Ketika sampai di Federation Square, saya menempatkan diri saya sebagai pihak yang tidak menyukai bangunan ini (kalau mau tidak dibilang membenci). Sungguh buruk rupa. Sepertinya bangunan ini direncanakan untuk menjadi sesuatu yang menarik perhatian, tapi sayangnya malah terlalu menarik perhatian, jadinya berkesan berteriak. Sombong? Mungkin bukan, hanya salah kostum saja. Seperti gadis 17 tahun yang datang ke pesta tapi tidak tahu harus berpakaian seperti apa.
Plaza di tengah, yang diharapkan menjadi ruang terbuka bagi penduduk Melbourne juga berkesan sempit. Tidak ada kesan megah untuk dijadikan sebuah pusat kegiatan sebuah kota.
Mungkin yang menjadi masalah terbesar dari perancangan bangunan ini adalah terlalu banyak kompromi antara arsitek dan pemerintah kota. Setiap pihak ingin kebutuhannya dipenuhi. Yang terjadi malah hancur-hancuran.
Ada yang menghibur saya kemudian. Di dalam bangunan ini ada pasar buku bekas. Saya menemukan buku bekas Architecture of the City karangan Aldo Rossi. Susah menemukan buku itu. Harganya 12 dollar, langsung saya beli.
Di tengah cuaca Melbourne yang menyebalkan, kadang dingin, kadang panas, saya menyempatkan diri ke sebuah bangunan di Melbourne yang saya baca sebelumnya ketika dalam proses pembangunannya menyebabkan persebatan pro kontra yang hangat.
Ketika sampai di Federation Square, saya menempatkan diri saya sebagai pihak yang tidak menyukai bangunan ini (kalau mau tidak dibilang membenci). Sungguh buruk rupa. Sepertinya bangunan ini direncanakan untuk menjadi sesuatu yang menarik perhatian, tapi sayangnya malah terlalu menarik perhatian, jadinya berkesan berteriak. Sombong? Mungkin bukan, hanya salah kostum saja. Seperti gadis 17 tahun yang datang ke pesta tapi tidak tahu harus berpakaian seperti apa.
Plaza di tengah, yang diharapkan menjadi ruang terbuka bagi penduduk Melbourne juga berkesan sempit. Tidak ada kesan megah untuk dijadikan sebuah pusat kegiatan sebuah kota.
Mungkin yang menjadi masalah terbesar dari perancangan bangunan ini adalah terlalu banyak kompromi antara arsitek dan pemerintah kota. Setiap pihak ingin kebutuhannya dipenuhi. Yang terjadi malah hancur-hancuran.
Ada yang menghibur saya kemudian. Di dalam bangunan ini ada pasar buku bekas. Saya menemukan buku bekas Architecture of the City karangan Aldo Rossi. Susah menemukan buku itu. Harganya 12 dollar, langsung saya beli.
Comments
kenap ga suka ke?