Kereta
Ekstensifnya jaringan kereta api di benua Eropa
adalah salah satu penanda dari proses revolusi industri yang menghasilkan
lokomotif bermesin uap di abad 18 hingga abad 19. Itulah mengapa banyak karya
sastra di tahun-tahun tersebut juga banyak mengambil latar belakang perjalanan
di dalam kereta api seperti La Bete Humaine karya Emile Zola dan Mugby Junction
oleh Charles Dickens. Dalam perkembangan selanjutnya, lokomotif bermesin uap berkembang
menjadi bermesin diesel dan kemudian listrik, namun budaya berkereta api terus
hidup di dalam masyarakat Eropa. Tidak heran bila novel terlaris sepanjang masa
Harry Potter karya J.K. Rowling, juga tetap selalu menghadirkan adanya adegan
berlatar belakang perjalanan kereta api atau suasana stasiun.
1.
Kereta
cepat seperti contoh di atas yang dibangun oleh Jerman (ICE) memiliki jaringan
ekstensif ke negara-negara seperti Belanda, Perancis, atau Swiss. Begitu juga
Perancis (TGV) mengembangkan jaringannya ke penjuru Eropa. Jadi setiap negara,
juga seperti Belanda atau Italia, memiliki pengoperasian kereta cepatnya
masing-masing namun bisa beroperasi ke seluruh penjuru benua. Dengan demikian
penduduk benua Eropa bisa memilih operator kereta cepat sesuai jadwal dan
pelayanan yang diinginkan. Karena sistem lebar relnya sudah standar (1435 mm),
sistem kereta antar negara bisa berlangsung mulus.
2.
Dalam
beberapa rute, seperti pada perjalanan antara kota Lucerne dan Engelberg di
Swiss, ada gerbong yang dikhususkan untuk keluarga dan anak-anak. Di dalam
gerbong disediakan buku-buku yang bisa dibaca anak-anak. Memang jarang kita
temui di Eropa anak-anak di dalam perjalanan kereta api bermain gawai. Mereka
lebih suka membaca buku.
3.
Standar rel
di benua Eropa adalah 1435 mm seperti yang ditunjukkan pada persilangan rel di
Gare du Nord Paris di atas. Ini berlaku baik bagi kereta cepat antar negara,
antar kota, maupun kereta ringan dalam kota. Tidak heran kebanyakan industri
kereta api di dunia menghasilkan lokomotif dan gerbong yang memiliki lebar
antar roda 1435 mm. Sebagai informasi, kereta api di pulau Jawa memiliki lebar
rel 1067 mm. Saat ini pemerintah Indonesia sedang mengembangkan jaringan kereta
api di Sulawesi yang akan memiliki standar rel 1435 mm.
4.
Meski
memiliki standar rel 1435 mm, ada beberapa jalur di Eropa yang memiliki lebar
rel 1067 mm seperti pada jalur-jalur di sekitar pegunungan Alpen di atas. Jalan
yang meliuk-liuk dan kesulitan situasi lapangan di ketinggian memaksa pembangunan
rel harus dilakukan dengan cepat dan hemat. Lebar rel 1067 mm adalah solusi
dari permasalahan tersebut.
5.
Gubernur
DKI Jakarta Basuki T. Purnama menginginkan LRT di Jakarta memiliki lebar rel
1435 mm karena lebih mudah mendapatkan gerbong LRT berlebar roda 1435 mm bila
dilakukan proses tender. Lebar rel 1435 mm juga diaplikasikan pada jaringan
kereta ringan (LRT/Tram) di kota Karlsruhe. Pada kasus kota Karlsruhe, pada
beberapa jalur, rumput sengaja ditanam di sekitar rel dengan teknologi tertentu
sehingga walau kereta tetap dapat melaju di atas rel yang kokoh, konsep
transportasi hijau juga tergambar nyata.
6.
Dalam perjalanan kereta cepat antar negara,
pelayanan penyediaan makan kadang dilakukan pada gerbong kelas satu di
jalur-jalur tertentu. Meski begitu, operator yang berbeda akan berbeda pula
dalam memberikan jenis layanan. Ada operator yang memberikan makan baik di
gerbong kelas satu maupun kelas dua, namun ada pula yang tidak memberikan makan
sama sekali meski pada kelas tertinggi.
7.
Kereta
cepat pun bisa mogok. Dalam perjalanan menggunakan kereta cepat dari Milan
menuju Roma, kereta yang penulis tumpangi sedikit terlambat karena adanya
kerusakan pada lokomotif sehingga harus berhenti sejenak untuk diperbaiki.
Untung perbaikan bisa dilakukan dengan cepat sehingga kereta tidak lama
berhenti.
8.
Jaringan
kereta bawah tanah di Paris (sering disebut Metro) adalah salah satu yang
teruwet dan tersibuk di daratan Eropa. Jaringan Metro setiap tahunnya
mengangkut 1,5 miliar penumpang setahun. Tidak heran bila jaringan Metro sangat
diandalkan penduduk Paris. Namun karena sibuk dan ruwet, orang yang tak
terbiasa menggunakan Metro bisa tersesat bila menggunakan terowongan bawah
tanah pada stasiun transit karena berbentuk seperti labirin yang menghubungkan
platform satu dengan yang lain. Jangan lepaskan peta dari genggaman dan jangan
malu bertanya.
9.
Seperti
pada kota besar lainnya, vadalisme juga dialami oleh jaringan kereta bawah
tanah Roma. Kereta di jaringan bawah tanah Roma penuh dengan corat-coret.
Mungkin karena keterbatasan dana, operator kereta akhirnya membiarkan aksi
corat-coret tersebut memenuhi gerbong.. Namun hal tersebut malah menjadikan
keunikan tersendiri, khas kereta bawah tanah Roma.
10.
Stasiun di
Den Haag mengingatkan kita pada stasiun Tanjung Priok dengan atap lengkung
berbentang lebar bermaterial baja. Stasiun Tanjung Priok sebetulnya memiliki
kelebihan karena memiliki bentang yang lebih lebar dibanding dengan Stasiun di
Den Haag. Saat ini pemerintah sudah memulai revitalisasi stasiun Tanjung Priok
sehingga berfungsi layaknya masa didirikan dahulu sebagai salah satu simpul
utama pergerakan kereta di Pulau Jawa.
11.
Jaringan kereta
di Eropa cukup ramah baik kepada usia muda maupun usia lanjut. Penumpang usia
lanjut bepergian sendiri adalah hal lumrah karena walau mereka menggunakan
kursi roda atau tongkat, infrastruktur di stasiun seperti lift atau eskalator
selalu tersedia.
Semua foto hak cipta Prabham Wulung Pratipodyo
Comments
Linda