Deddy

Penonton layar kaca di Indonesia sejatinya patut berterima kasih kepada Deddy Mizwar. Di tengah kepungan serial televisi yang berisi ibu-ibu rumah tangga yang melotot dan bergosip, anak-anak SMP yang menggunakan lipstik dan mengeluarkan kata-kata kasar, serta hantu yang bergentayangan, Deddy Mizwar selalu menawarkan sesuatu yang lain dan juga baik.

Pada bulan puasa lalu, meskipun saya tidak menjalankan ibadah puasa, di kepungan program sinetron yang dibuat tanpa konsep serta kuis yang dibawakan oleh Komeng dan kawan-kawan yang isinya tidak mendidik, saya sungguh menikmati sinetron Para Pencari Tuhan yang disutradarai dan dimainkan oleh beliau. Sinetron itu memang bernafaskan Islam, tapi isinya sungguh universal menembus sekat-sekat agama. Bang Deddy pun, dalam sinetron ini, sungguh terasa bahwa dia tidak menginginkan sinetron ini menjadi sinetron yang menggurui.

Kelemahan sinetron-sinetron di televisi kita yang masuk tanpa batas ke ruang keluarga dan ditonton anak dan adik kita sesungguhnya ada pada tema yang terlalu hitam putih. Setiap tokoh melulu digambarkan terlalu baik dan terlalu jahat. Padahal kehidupan selalu dalam tataran abu-abu.

Dalam sinetron Para Pencari Tuhan, Bang Deddy tidak segan menggambarkan ustad yang humoris namun manusia biasa yang bisa jadi pemarah di satu saat, pengangguran yang sebenarnya punya niat untuk jadi seorang yang berguna, atau kehidupan sebuah langgar yang tidak melulu isinya ceramah tentang surga. Saya, sebagai penonton, merasa sebuah kesejukan dari kisah yang seakan-akan terjadi di samping rumah kita. Begitu apa adanya.

Beberapa waktu lalu, Deddy Mizwar meluncurkan film Nagabonar jadi 2, sebuah sekuel dari film Nagabonar yang juga diperankan beliau. Di film layar lebar ini dia juga bekerja sebagai sutradara selain memerankan tokoh utama. Memang sosok Nagabonar sangat kuat melekat pada diri Deddy Mizwar. Sejak film Nagabonar tahun 1987, tidak ada film lain yang diperankannya yang meledak (selain Cintaku di Rumah Susun, film-film yang diperankannya berada dalam tataran biasa-biasa saja. Padahal beberapa film sebelumnya seperti Bukan Impian Semusim sangat baik di mata pemerhati film nasional. Memang lesunya industri film layar lebar pada masa itu ikut serta meredupkan karirnya) sehingga sosok si Nagabonar terus melekat pada dirinya di masyarakat.

Film Nagabonar Jadi 2 ini lagi-lagi menawarkan konsep pilihan yang selama ini kurang dianggap: nasionalisme dalam bungkus humor. Ternyata bisa jadi menarik juga seperti film pendahulunya. Di film Nagabonar, tokoh utama ditempatkan pada masa revolusi yang memang harus berjuang vis a vis langsung berhadapan dengan penjajah. Di film Nagabonar Jadi 2, sebuah bangsa yang sudah merdeka justru dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang dibuat sendiri. Di tataran inilah Deddy Mizwar berperan untuk mengingatkan bahwa segala hal yang telah diperjuangkan ini sepatutnya dirawat dan dijaga dengan baik.

Saya akui, setelah menonton Nagabonar Jadi 2, saya berpendapat film ini masih belum sebaik pendahulunya. Kekuatan skenario yang ditulis Asrul Sani di film Nagabonar tidak didapat di Nagabonar Jadi 2. Jalan cerita menjadi terasa kurang mulus dan tergagap-gagap. Karakter tokoh juga ada yang terlalu mengada-ada.

Di luar itu, film ini cukup menyegarkan dunia perfilman republik ini. Kalau orang menggunakan film sebagai gambaran sebuah bangsa, seperti kita melihat Amerika dengan film Hollywoodnya dan India dengan Boolywoodnya, kita tentu tidak ingin orang luar menganggap bangsa kita adalah bangsa yang penuh dengan hantu dan setan serta remaja norak.

Pada Festival Film Indonesia 2007 yang baru usai, Deddy Mizwar mendapat anugerah Citra untuk pemeran pria terbaik atas permainannya di Nagabonar Jadi 2. Film terbaik dan sutradara terbaik tidak mampu disabet. Menurut juri, Deddy Mizwar masih terlalu asik bermain bagus sendirian di film ini sehingga tokoh-tokoh lainnya kurang tergarap. Cukup adil.

Maju terus Bang Deddy!

Comments

ikeow said…
jadi inget, dulu pertama kali nonton bioskop aku nonton nagabonar di bioskop panda, bandung. sekarang di depan bioskop itu udah dibangun bip, dan dibawah bioskop ada dunkin donutsnya, sebelahnya ada gramedia, tapi bioskopnya sendiri udah mati ga terawat...
prabhamwulung said…
>>ikeow
ah romantisme masa kecil...
mpri belon pulang ya?

Popular posts from this blog

Kicau

Galuh

Rumah