Palestina

Revitalisasi Kota Birzeit di Palestina
oleh Prabham Wulung
Kompas, 21 Agustus 2015


Warga Palestina dikejutkan oleh peristiwa pembunuhan dua aktifis pejuang kemerdekaan, yaitu Kamal Butros Nasser dan Muhammad Youssef al-Najjar di kegelapan malam kota Beirut pada tanggal 9 April 1973. Mereka berdua, masing masing beragama Kristen dan Islam, dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan atlet-atlet Israel di Olimpiade Munich yang dilakukan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) setahun sebelumnya.

Yang paling berduka adalah kota Birzeit di utara Ramallah karena Nasser lahir di Birzeit sedangkan al-Najjar sempat tumbuh besar di kota itu. Meskipun berbeda keyakinan, mereka berdua, di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, bahu-membahu menunjukkan perlawanan bangsa Palestina terhadap pendudukan Israel. Bagi Israel mereka teroris, tapi bagi penduduk kota Birzeit, mereka pahlawan.

Memang Birzeit, saat ini berada dalam wilayah administrasi Otoritas Palestina, adalah kota yang multikultur. Secara demografi, penduduk beragama Islam dan Kristen seimbang. Hal ini terjadi karena Birzeit memiliki sejarah yang sangat panjang.

Kota Birzeit sudah tercatat sejak era Kekaisaran Bizantin atau Kristen Timur pada abad 5 Masehi. Tak heran ada tiga gereja besar di kota ini yaitu Gereja Santo George, Gereja Bunda Damai, dan Gereja Santo Petrus. Setelah agama Islam muncul pada abad ketujuh di jazirah Arab, kota ini juga secara perlahan menjadi permukiman kaum Muslim yang setahap demi setahap memukimi daerah sekitar Laut Mediterania.

Dengan penduduk yang multikultur, tak heran kota ini memiliki iklim akademis yang cukup baik. Salah satu universitas terbaik di Palestina ada di kota ini, yaitu Universitas Birzeit. Kamal Butros Nasser adalah salah satu alumnusnya.

Meskipun begitu, kota ini, seperti kota-kota di Palestina dan Israel lainnya, cukup menderita akibat peperangan antara Israel dan Palestina yang tak berkesudahan. Akibatnya, banyak bangunan di dalam kota ini, baik bangunan era Bizantin ataupun era Ottoman/Usmaniyah yang rusak. Kerusakan tersebut terjadi baik karena akibat terkena bom atau hancur secara perlahan karena tak terawat.

Mengingat betapa kayanya bangunan-bangunan yang mulai rusak itu, Riwaq, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Ramallah menginisiasi untuk merevitalisasi bangunan-bangunan tua di kota Birzeit. Tujuannya sederhana, untuk memberdayakan kota dan manusia di dalamnya.

Riwaq beranggapan bahwa proses revitalisasi atau pembangkitan kembali akan memberikan daya ungkit yang besar bagi membaiknya perekonomian warga kota. Hal tersebut terjadi karena proyek ini akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memutar roda pabrik-pabrik bahan bangunan di dalam kota. Lebih jauh dari itu, dengan revitalisasi yang baik, kerajinan dan keahlian tangan yang ada di dalam masyarakat bisa tetap dibudidayakan sehingga kebudayaan setempat yang mengakar bisa terus berkelanjutan. Pada akhirnya, seluruh proses itu akan menarik banyak pengunjung atau wisatawan yang membawa kesejahteraan bagi seluruh warga kota.

Sedemikian pentingnya proses revitalisasi kota Birzeit ini sehingga Riwaq juga turut mengajak warga kota untuk berpartisipasi sejak dalam tahap perencanaan. Dengan partisipasi warga kota maka seluruh aspirasi dapat diserap sejak awal. Dengan begitu hasil revitalisasi dapat bermanfaat secara maksimal untuk semua. Tak heran proses ini memerlukan 5 tahun untuk penyelesaiannya karena harus mengundang pihak universitas, masjid, gereja, tokoh masyarakat, budayawan, dan sebagainya.

Proses revitalisasi tidak semata-mata membuat bangunan yang rusak menjadi seperti aslinya. Kalau prosesnya seperti itu biasanya cuma akan menghasilkan kulit yang baik namun buruk di dalam daging. Dalam revitalisasi kota Birzeit, perbaikan infrastruktur sangat diutamakan. Hal tersebut meliputi pemipaan air bersih, penyaluran air kotor atau limbah manusia secara benar, dan perbaikan struktur jalan. Dengan begitu, hasil revitalisasi akan menghasilkan kehidupan yang sehat.

Karena proyek ini dianggap berhasil, proyek revitalisasi kota ini mendapat penghargaan Aga Khan Award for Architecture, penghargaan arsitektur yang sangat bergengsi, pada tahun 2013 lalu. Menurut yayasan Aga Khan, proyek ini berhasil membuat seluruh warga kota terlibat dalam menentukan arah tujuan kotanya sendiri. Lebih lanjut, Aga Khan Award for Architecture menilai, proyek ini tidak saja berhasil secara fisik, namun juga berhasil mengangkat harga diri seluruh warga kota yang bangga bahwa mereka beragam namun tetap utuh sebagai bangsa Palestina.

Prabham Wulung, arsitek dan pemerhati kota
Twitter: @prabhamwulung
Instagram: @prabhamwulung

Comments

Popular posts from this blog

Kicau

Galuh

Rumah