Jenar
Nama lengkapnya Jenar Penggalih Wangi. Bapaknya seorang muslim yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Hindu Tengger di kaki Gunung Bromo. Ibunya, yang juga adalah sepupuku, berasal dari keluarga muslim Jawa yang taat, yang besar di Sumatra Barat. Jenar sendiri lahir di Tabanan, Bali, di lingkungan permukiman prajurit TNI pangkat rendahan dengan latar belakang yang sangat beragam. Rumah tempat ia tinggal adalah rumah kontrakan milik seorang Sersan Kepala yang berasal dari Papua dengan istri seorang Jawa. Tetangganya, Pak Dewa, seorang TNI berpangkat balak merah satu asal Lombok dengan darah Hindu Bali yang sangat kental. Teman bermainnya adalah seorang anak perempuan sebaya, hasil perkawinan seorang Timor dengan seorang Bali yang beragama Katolik.
Kemarin adalah kali pertama ia bertemu dengan aku, pakdenya (pakde: bapak gede, artinya paman), seorang Kristen Jawa aliran Calvinis dengan keluarga besar yang berlatar belakang kejawen yang lumayan kuat. Ya, sejak proses penciptaannya, Jenar tumbuh di tengah latar belakang yang sangat kompleks.
Jenar Penggalih Wangi sendiri memiliki arti yang indah. Jenar adalah bahasa Jawa dari pohon kemuning, sebuah pohon dengan daun yang sangat indah. Penggalih berarti harapan atau doa. Wangi berarti berbau harum. Jenar diharapkan kedua orang tuanya untuk menjadi seperti daun kemuning yang berbau harum bagi sekitarnya.
Anak-anak seperti Jenar, sejatinya, adalah anak-anak Indonesia dalam artian sesungguhnya. Ia adalah sebuah manifestasi kehidupan anak bangsa yang sedang berakulturasi, menyerap kebudayaan dan ideologi di sekelilingnya, tanpa perlu berubah menjadi orang lain. Anak sekecil ini merupakan buku sejarah nyata yang bisa disentuh sambil dirasakan betapa kayanya negri ini akan beragam budaya, ideologi, agama, dan pandangan. Dari seorang anak kecil seperti Jenar, kita bisa melihat masa depan ibu pertiwi yang baru, sebuah bangsa hasil pertemuan ribuan kecil sel yang bisa bernama Islam atau Buddha, Tengger atau Dayak, nasionalis atau komunis, dan semacamnya.
Tapi sebuah pesan untukmu Jenar, selalu maafkan bapak dan ibumu bila ia nanti tidak dapat memberimu susu terbaik, pakaian terbagus, atau rumah terlayak. Itu bukan melulu kesalahan mereka. Bangsamulah, yang sedang dalam proses pencarian jatidirinya, yang seharusnya mengambil tanggung jawab itu. Jadilan manusia jujur berbudi luhur apapun keadaan bumi pertiwi. Jadilah seperti namamu, bunga kemuning yang selalu berbunga indah dimanapun ia tumbuh.
Pakdemu selalu mendoakan dirimu.
**Foto Jenar diambil di depan rumahnya di Tabanan, Bali
Kemarin adalah kali pertama ia bertemu dengan aku, pakdenya (pakde: bapak gede, artinya paman), seorang Kristen Jawa aliran Calvinis dengan keluarga besar yang berlatar belakang kejawen yang lumayan kuat. Ya, sejak proses penciptaannya, Jenar tumbuh di tengah latar belakang yang sangat kompleks.
Jenar Penggalih Wangi sendiri memiliki arti yang indah. Jenar adalah bahasa Jawa dari pohon kemuning, sebuah pohon dengan daun yang sangat indah. Penggalih berarti harapan atau doa. Wangi berarti berbau harum. Jenar diharapkan kedua orang tuanya untuk menjadi seperti daun kemuning yang berbau harum bagi sekitarnya.
Anak-anak seperti Jenar, sejatinya, adalah anak-anak Indonesia dalam artian sesungguhnya. Ia adalah sebuah manifestasi kehidupan anak bangsa yang sedang berakulturasi, menyerap kebudayaan dan ideologi di sekelilingnya, tanpa perlu berubah menjadi orang lain. Anak sekecil ini merupakan buku sejarah nyata yang bisa disentuh sambil dirasakan betapa kayanya negri ini akan beragam budaya, ideologi, agama, dan pandangan. Dari seorang anak kecil seperti Jenar, kita bisa melihat masa depan ibu pertiwi yang baru, sebuah bangsa hasil pertemuan ribuan kecil sel yang bisa bernama Islam atau Buddha, Tengger atau Dayak, nasionalis atau komunis, dan semacamnya.
Tapi sebuah pesan untukmu Jenar, selalu maafkan bapak dan ibumu bila ia nanti tidak dapat memberimu susu terbaik, pakaian terbagus, atau rumah terlayak. Itu bukan melulu kesalahan mereka. Bangsamulah, yang sedang dalam proses pencarian jatidirinya, yang seharusnya mengambil tanggung jawab itu. Jadilan manusia jujur berbudi luhur apapun keadaan bumi pertiwi. Jadilah seperti namamu, bunga kemuning yang selalu berbunga indah dimanapun ia tumbuh.
Pakdemu selalu mendoakan dirimu.
**Foto Jenar diambil di depan rumahnya di Tabanan, Bali
Comments
terima kasih tik buat doanya...
bagus loh, yang diceritain beda banget sama hiruk pikuk keseharianku yang hanya berkutat di "invoice, bad debt, signal loss, request time out" hehehe.. dan istilah2 aneh lainnya.
jadi kayanya ada nuansa berneda nich di blog nya pakde
bikin lagi yang banyak pakde
wah sampeyan masuk juga ya ke blogku...
hehe
salam buat keluarga
tapi sekarang jenar dah ga di bali lagi. sekarang jenar di jember...
wah kok bisa kebaca juga? hehe
terima kasih sudah berkunjung