Istanbul


Mengenang Sebuah Kota
oleh Prabham Wulung
Kompas, 26 Juni 2015

Orhan Pamuk dalam buku karyanya, Istanbul: Memories and the City (2005), memberikan kesimpulan kepada kita bahwa kota adalah tentang ingatan orang-orang mengenainya. Ya, karena setiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda, ingatan atas kota yang ia kunjungi atau tinggali akan selalu unik. Itulah mengapa setiap kota akan dikenang dengan cara yang berbeda pula oleh setiap pribadi.
Lalu bila kita bicara tentang Istanbul, sebuah kota yang terletak di pertemuan benua Asia dan Eropa, dipisahkan oleh selat yang menghubungkan Laut Hitam dam Laut Mediterania, memiliki sejarah panjang diperebutkan berbagai bangsa, dan pernah menjadi kota terpenting bagi kaum kristiani dan muslim sekaligus, bagaimana kita akan mengenangnya? Ini adalah kenangan saya.


    Sebagai kota terbesar di daratan Eropa berpenduduk 15 juta orang, Istanbul sangatlah padat. Orang terpaksa hidup saling berhimpitan dalam apartemen dan flat-flat yang sempit. Di sisi lain, karena sebagaian besar penduduk adalah kaum muslim, banyak ditemui masjid dengan ciri khas arsitektur kekaisaran Ottoman/Usmaniah. Pertemuan keduanya, dibumbui dengan lanskap Istanbul yang berbukit-bukit, akan menghasilkan pemandangan yang menakjubkan.

Penduduk Istanbul sangat mencintai binatang. Kita akan mudah menemukan anjing yang tertidur di depan masjid dan di trotoar tanpa diganggu oleh manusia. Meski liar, mereka sangat terawat karena sering diberi makan oleh penduduk.

Hagia Sophia, bangunan yang diinisiasi oleh Konstantin yang Agung dan diselesaikan oleh Kaisar Justinus pada tahun 537 sebagai gereja, kemudian beralih fungsi menjadi masjid ketika Konstantinopel jatuh ke Kekaisaran Ottoman pada tahun 1453. Saat Kekaisaran Ottoman ambruk dan negara Turki didirikan oleh Mustafa Kemal Ataturk pada awal abad 20, masjid ini diubah fungsinya menjadi museum. Dengan sejarahnya yang sangat panjang dan bentuk yang megah, tak heran Hagia Sophia adalah simbol utama Istanbul.

Selat Bosphorus yang membelah Istanbul menjadi dua, menjadi bagian utama kota. Tak heran bangunan-bangunan penting, termasuk Hagia Sophia, Istana Topkapi, dan masjid terbesar di Istanbul yaitu Masjid Sultan Ahmed (Blue Mosque), berada di pinggir selat. Karena keindahan selat, banyak wisatawan yang menikmati Selat Bosphorus dari teras Istana Topkapi.

Sejak Kekaisaran Ottoman runtuh dan Republik Turki berdiri, banyak orang kaya yang mendirikan bangunan apartemen atau flat yang memiliki pemandangan ke arah Selat Bosphorus. Demikian juga dengan hotel dan restoran, bila memiliki pemandangan ke arah selat akan semakin memiliki nilai lebih. Bangunan-bangunan yang bertumpuk itu kemudian menjadi sebuah pemandangan yang unik bila dilihat dari arah selat.

Museum Hagia Sophia sangat  unik karena merefleksikan masa lalu bangunan yang pernah menjadi gereja dan masjid. Di dalam bangunan yang pernah menjadi bangunan terbesar di seluruh Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Ottoman ini, pengunjung seakan diajak masuk ke lorong waktu di 15 abad yang lalu, membayangkan bagaimana bangunan semegah ini mampu didirikan pada masa lampau itu.

 Pada musim semi dan musim panas, sebagaimana penduduk di daerah empat musim, banyak orang yang menikmati taman-taman di kota Istanbul yang nyaman. Bersama teman-teman atau keluarga, mereka bisa duduk bercengkrama di atas rumput tanpa alas.

Di Istanbul terdapat Grand Bazaar, pasar tertutup yang terbesar dan tertua di dunia. Di dalamnya terdapat sekitar 3000 toko dengan lebih dari 20.000 pekerja. Setiap tahun, rata-rata pasar ini dikunjungi 90 juta orang. Dulu pasar ini didirikan oleh Sultan Mehmet II untuk mengakomodasi perdagangan tekstil. Saat ini Grand Bazaar selain menjual kain juga menjual makanan, suvenir, dan kerajinan tangan. Pandai-pandailah menawar di dalam Grand Bazaar.

Sebagai kota yang memiliki sejarah panjang, Istanbul menjaga bangunan yang dibangun belasan abad yang lampau. Tak heran kita akan banyak menemui jalan-jalan kecil yang melalui terowongan di bawah benteng kota.

Istanbul memiliki banyak jalan atau gang yang sempit. Dengan bertumbuhnya industri pariwisata di kota ini, banyak rumah di gang-gang sempit tersebut yang berubah menjadi penginapan murah, bar atau restoran yang terjangkau, atau toko suvenir.

Hagia Sophia, dengan ciri khas kubah yang besar, tanpa disadari, menjadi panutan yang diikuti banyak masjid di Istanbul. Pada foto di atas, Masjid Sultan Ahmed (Blue Mosque) yang dibangun pada tahun 1616 terlihat mirip dengan kubah Hagia Sophia di latar depan yang dibangun 10 abad sebelumnya.

Prabham Wulung, arsitek dan pemerhati kota
Twitter: @prabhamwulung
Instagram: @prabhamwulung

Comments

Popular posts from this blog

Kicau

Rumah

Galuh